Wahyu Cancerio Blog


PERANAN MAHASISWA MELAWAN HUMAN TRAFFICKING (PERDAGANGAN MANUSIA)
Indonesia adalah sebuah negara yang terdiri dari ribuan pulau yang dihubungkan oleh laut yang luas. Namun, luasnya wilayah Indonesia tidak dibarengi dengan penjagaan batas teritorial yang ketat sehingga hal ini dapat menjadi peluang bagi pihak-pihak tertentu untuk melakukan kejahatan yang dapat merusak moral/mental generasi muda Indonesia. Belum lagi dengan diberlakukannya jalur AlKI dimana kapal-kapal pihak asing bebas berlayar di jalur tersebut sehingga Indonesia rentan mendapat ancaman kejahatan lintas negara. Salah satu kejahatan lintas negara yang berpotensi mengancam Indonesia adalah human trafficking (perdagangan manusia). Human trafficking adalah tindak perekrutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi (UU No. 21/2007, pasal 1, ayat 1).
Berdasarkan bukti empiris, perempuan dan anak merupakan kelompok yang paling banyak menjadi korban perdagangan manusia, serta orang-orang dengan kategori tidak mampu/ orang-orang pinggiran. Tapi tidak tertutup kemungkinan orang yang berpendidikan tinggi seperti mahasiswa juga ikut menjadi korban dengan berbagai dalih dijadikan alasan, seperti  mahasiswa orang yang cerdas, cakap, enak diajak bicara dan lebih profesional. Korban yang diperdagangkan tidak hanya semata-mata untuk tujuan eksploitasi pelacuran,tetapi ada bentuk-bentuk eksploitasi lain, diantaranya kerja paksa atau pelayanan paksa,perbudakan atau praktek serupa perbudakan. Disisi lain pelaku perdagangan manusia melakukan perekrutan, pemindahan penyembunyian orang atau penerimaan orang untuk menjebak,menjerumuskan atau memanfaatkan orang tersebut dalam praktek eksploitasi dengan segala bentuknya, antara lain dengan ancaman kebebasan, penggunaan kekerasan, penculikan, pemaksaan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tesebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara.
Bentuk-bentuk dari perdagangan perempuan ini sangat beragam, mulai dari pekerja seks, pembantu rumah tangga atau pekerja pabrik yang tidak dibayar, kawin paksa atau kawin kontrak, pengemis, penjualan organ tubuh, dan industri pornografi. Tidak hanya itu, perempuan-perempuan tersebut kerap mendapatkan perlakuan kasar.
Adapun proses terjadinya praktek perdagangan orang ini dimulai dari tempat tinggal asal korban. Para pelaku seperti calo atau penyalur terlibat dengan para aparat di desa dalam praktek menjual dan memperdagangkan orang untuk mendapatkan keuntungan mereka sendiri. Para pelaku umumnya berasal dari wilayah setempat dan berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan para agen tenaga kerja, baik agen resmi ataupun anggota perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI) yang datang dari tempat asal orang-orang yang akan dieksploitasi ke desa-desa. Cara para pelaku ini biasanya dengan menipu atau menjanjikan sebuah pekerjaan dengan iming-iming gaji yang lumayan besar dan selanjutnya para korban akan dibawa keluar negeri melalui jalan tikus untuk diserahkan kepada bos pelaku.
Tidak ada satupun yang merupakan sebab khusus terjadinya perdagangan manusia di Indonesia. Perdagangan manusia terjadi karena bermacam-macam kondisi serta persoalan yang berbeda-beda. Tetapi dapat disimpulkan beberapa faktor, antar lain:
1)Kurangnya kesadaran ketika mencari pekerjaan dengan tidak mengetahui bahaya trafficking dan cara-cara yang dipakai untuk menipu atau menjebak korban.
2)Kemiskinan telah memaksa banyak orang untuk mencari pekerjaan ke mana saja, tanpa melihat risiko dari pekerjaan tersebut
3)Kultur/budaya yang menempatkan posisi perempuan yang lemah dan juga posisi anak yang harus menuruti kehendak orang tua dan juga perkawinan dini, diyakini menjadi salah satu pemicu trafiking. Biasanya korban terpaksa harus pergi mencari pekerjaan sampai ke luar negeri atau ke luar daerah, karena tuntutan keluarga atau orangtua.
4)Lemahnya pencatatan /dokumentasi kelahiran anak atau penduduk sehingga sangat mudah untuk memalsukan data identitas
5)Lemahnya oknum-oknum aparat penegak hukum dan pihak-pihak terkait dalam melakukan pengawalan terhadap indikasi kasus-kasus trafficking.
6)Mayoritas pendidikan rakyat Indonesia yang rendah sehingga mudah untuk ditipu
7)Hasrat untuk ingin cepat kaya dengan menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan.
Oleh karenanya, kita sebagai mahasiswa yang merupakan katalisator peradaban setidaknya ikut berupaya untuk melawan / mencegah perbuatan perdagangan manusia yang dapat merusak moral bangsa seperti :
1.Memberi pengetahuan
Untuk dapat mencegah masalah ini, perlu diadakan penyuluhan dan sosialisasi masalah kepada masyarakat. Dengan sosialisasi secara terus-menerus, masyarakat akan mengetahui bahayanya masalah ini, dan bagaimana solusinya.  Pendidikan tentu saja tidak hanya diberikan kepada masyarakat menengah atas. Yang paling penting adalah masyarakat kelas bawah. Mengapa? Karena perdagangan manusia banyak terjadi pada masyarakat dengan kelas pendidikan yang cukup rendah. Pendidikan harus diberikan dengan bahasa yang lebih mudah dimengerti oleh semua lapisan masyarakat.
2.Memberitahu orang lain
Ketika kita telah mengetahui masalah ini dan bagaimana solusinya, tetapi tidak memberitahu orang lain, permasalahan ini tidak akan selesai. Sebagai orang yang telah mengetahuinya, maka menjadi kewajiban Anda untuk menyampaikan apa yang terjadi pada orang lain, khususnya yang Anda anggap berpotensi mengalami perdagangan manusia. Sebab, orang yang tidak mengetahui adanya permasalahan ini tidak menyadari bahwa hal ini mungkin telah terjadi pada orang-orang di sekitar kita.
3.Berperan aktif untuk mencegah
Setelah mengetahui dan mencoba memberitahu orang lain, kita juga dapat berperan aktif untuk menanggulangi permasalahan ini. Berperan aktif tersebut dapat dilakukan dengan cara melaporkan kasus yang kita ketahui kepada yang pihak yang berwajib. kita juga bisa mengarahkan anak, keponakan, atau anak muda lain yang gemar beraktivitas di situs jejaring sosial untuk lebih berhati-hati dalam berteman, misalnya. Perbuatan yang kita lakukan mungkin hanya sesuatu yang kecil, tetapi bila kita serius dengan hal ini sehingga semua orang yang sudah kita beritahu juga tergerak untuk turut melakukannya, bukan tak mungkin masalah yang berkepanjangan ini akan teratasi.


Globalisasi telah menimbulkan pengaruh yang sangat luas dalam dimensi masyarakat. Globalisasi yang merupakan universalisasi nilai-nilai menyebabkan kearifan lokal menjadi luntur. Hal ini menyangkut dengan moral bangsa yang juga akan terpengaruh dengan moral luar yang tentunya akan lebih kuat mempengaruhi karena dalam globalisasi, negara-negara majulah yang akan menguasai.
Mahasiswa adalah sosok warga negara yang memiliki tanggung jawab penuh akan dibawa kemana negeri ini dibawa berlari. Apakah menuju kebangkitan yang begitu saat ini begitu santer digalakkan atau justru menuju keterpurukan. Analisa dari kebangkitan dan keterpurukan di masa depan berkaitan erat dengan kondisi agen of change saat ini. Agen of change yang dimaksud adalah para mahasiswa.
Kemerosotan moral banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial-budaya dalam masyarakat sekitarnya. Lingkungan sosial yang buruk adalah bentuk dari kurangnya pranata sosial dalam mengendalikan perubahan sosial yang negatif. Seperti yang kita ketahui bahwa sebagian besar mahasiswa adalah anak kost yang tentunya jauh dari pengawasan orang tua. Mayoritas kost memang memiliki penjaga, atau yang disebut induk semang. Namun, ada pula yang tidak disertai penjaga. Lingkungan seperti ini menyebabkan munculnya rasa bebas bertindak dari mahasiswa yang kost tersebut.
Secara garis besar, penyebab dari rusaknya moral generasi muda intelektual adalah sebagai berikut: Tidak adanya pengawasan langsung dari pihak yang tepat. Lingkungan sosial-budaya yang tidak sehat. Tayangan media massa yang tidak baik, kurangnya pendidikan mengenai moral hinga tidak adanya kesadaran dari para mahasiswa untuk memiliki ketahanan diri sebagai filter dari hal-hal yang negatif.
Di dunia perguruan tinggi moral bahkan tidak pernah disosialisasikan kepada mahasiswa secara formal atau masuk ke dalam mata kuliah secara khusus. Moral tersubstansi dalam MPK yaitu mata kuliah pengembangan kepribadian meliputi Pendidikan Pancasila, Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama. Hal ini cenderung membuat mahasiswa kurang memahami pentingnya moral dalam kehidupan akademis mereka maupun sebagai aplikasi di masyarakat kelak
Mahasiswa adalah agen of change bagi bangsa kita. Oleh sebab itu, kita para mahasiswa harus melawan segala bentuk kerusakan moral mulai dari pornografi, narkoba dan pelanggaran-pelanggaran yang lainnya. Itu semua tidak akan terwujud jika kita terus berpangku tangan dan tidak memulainnya dari diri sendiri.
Pada aspek sosial-budaya dibutuhkan perbaikan kondisi sosial dan penyaringan budaya (culture filtering) dalam lingkungan mahasiswa. Perbaikan tersebut dapat berupa penataan sistem sosial dimana masing-masing komponennya berfungsi secara positif. Dan bentuk culture filtering adalah berupa sosialisasi dan internalisasi kearifan lokal yang berfungsi positif dalam proses akulturasi kebudayaan.
Di bidang keagamaan, agama memiliki kearifan yang luhur dalam urusan moral. Masing-masing agama memiliki karakteristik yang berbeda, tetapi pada akhirnya bertujuan untuk mengatur manusia agar tetap dalam jalan yang benar. Tidak ada agama di dunia ini yang mengajarkan umatnya untuk berbuat kerusakan.
Dunia pendidikan adalah tempat dimana mahasiswa berkecimpung. Hakikat pendidikan adalah membentuk manusia seutuhnya. Seutuhnya berarti tidak berperilaku seperti binatang, dengan kata lain berperilaku sesuai akal pikiran dan hati nurani. Berperilaku sesuai dengan akal, pikiran dan hati nurani berarti berdasarkan nilai-nilai moral. Diperlukan pendidikan moral yang secara khusus merujuk pada soft skill mahasiswa sebagai dasar berperilaku akademis
Politik dan hukum menyangkut kebijakan penguasa atau pemerintah. Pemerintah seharusnya berperan aktif dalam upaya perbaikan moral. Peran aktif tersebut dapat berupa program-program penyuluhan atau bimbingan. Lalu hukum yang tegas dan adil harus ditegakan untuk memberikan efek takut bagi yang belum melanggar dan efek jera bagi yang sudah dihukum.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa untuk menghadapi kerusakan moral akibat globalisasi, kita para mahasiswa harus memulai dari diri pribadi kita sendiri. Dari pribadi kita masing-masing inilah, kita dapat mengubah dan menghadapi kerusakan-kerusakan yang terjadi di dunia sekarang ini.
Dari uraian di atas, kita juga dapat mengambil beberapa aspek kualitas yang harus dipunyai oleh mahasiswa untuk dapat menghadapi kerusakan moral yang sedang merajalela.
Aspek yang pertama adalah kualitas beragama. Telah kita ketahui bahwa semua agama di dunia ini mengajarkan kita tentang kebaikan. Tidak ada satupun agama di dunia yang mengajarkan keburukan dan kerusakan moral. Dalam hal ini, mahasiswa harus mempunyai prinsip yang kuat pada agama yang dianutnya. Agama itu ada di hati dan seluruh urat nadi kita. Maka, gunakan agamamu untuk menuntunmu dari hal yang paling kecil sampai hal yang luar biasa. Gunakan agamamu sebagai tolok ukur kehidupan supaya kita dapat teerhindar dari kerusakan moral. Agama adalah satu-satunya yang dapat membimbing kita agar dapat melewati dunia yang penuh dengan kerusakan, kebencian, kedzaliman ini. Ingatlah, untukmu agamamu, dan untukku agamaku.
Aspek yang kedua adalah aspek yang seharusnya benar-benar dimiliki oleh seorang mahasiswa, yaitu aspek keilmuan. Kita tahu bahwa aspek yang terpenting adalah aspek beragama. Namun agama tanpa ilmu ibarat seperti orang yang lumpuh, tidak bias berjalan. Mereka terseok-seok, menderita mengarungi kehidupan dunia ini karena tidak mengimbangi kehidupan beragama dengan ilmu. Para mahasiswa juga harus mempunyai ilmu yang tinggi agar tidak dibodohi oleh pengaruh-pengaruh jahilliyah yang merusak moral dari bangsa barat. Kita tidak boleh mengulangi kesalahan nenek moyang kita yang bodoh sehingga menjadi santapan empuk para penjajah barat. Para mahasiswa juga harus menguasai ilmu tentang teknologi, agar kita bangsa Indonesia tidak terus menerus menjadi bangsa yang konsumtif akan teknologi-teknologi bangsa barat. Semua itu akan memunculkan suatu kondisi moral yang baik pula.
Aspek yang ketiga adalah aspek keamalan. Apa gunanya agama dan ilmu jika tidak diamalkan, hanya akan menjadikan seorang individu yang angkuh dan tidak peduli dengan keadaan bangsanya. Sebagai mahasiswa kita dapat mengamalkannya dengan belajar giat, mengerjakan tugas, ikut organisasi yang bermanfaat, dll. Dengan etos kerja yang tinggi, kita dapat menghindarkan diri kita dari hal-hal yang tidak bermanfaat.

 
PERANAN MAHASISWA DALAM MENGHADAPI PERDAGANGAN GELAP NARKOBA
Geografis Indonesia terletak di antara dua benua dan dua samudra. Letak Indonesian yang setrategis menjadikan Indonesia sebagai jalur perdagangan Internasional yang ramai. Tetapi kondisi ini bukan tanpa masalah. Indonesia menjadi negara yang rentan dalam perdagangan gelap yang merugikan negara. Apalaagi, letak Indonesia yang tidak jauh dari daerah penghasil opium terbesar di dunia yaitu “Segi Tiga Emas”-Golden Triangle (Laos, Thailand dan Myanmar) dan daerah “Bulan Sabit Emas”-Golden Cresent (Iran, Afganistan, dan Pakistan). Serta tidak terlalu susah dicapai dari tiga negara Amerika Latin yang juga penghasil opium (Peru, Bolivia dan Colombia) menjadikan Indonesia rentan terhadap aksi penyelundupan dan perdagangan barang haram tersebut.
Untuk jalur domestik sendiri, terjadi peningkatan yang cukup signifikan dalam peredaran narkoba di kota-kota besar Indonesia. Banyaknya permintaan dari dalam negeri ini menunjukkan bahwa pasokan dari dalam negeri tidak mencukupi sehingga mereka masih membutuhkan pasokan dari luar negeri. Jumlah transaksi yang dihasilkan dari peredaran gelap narkoba di Indonesia pun sangat fantastis, yaitu mencapai Rp. 300 triliun. Selain di ibukota Jakarta, di Pekanbaru, Makassar, Batam, Pontianak, Medan dan Surabaya jumlah pemakai dan pengedar narkoba dalam jumlah besar semakin sering terungkap. Bahkan Yogyakarta yang dikenal sebagai kota pelajar menempati urutan kedua setelah Kota Pahlawan, Surabaya dalam konsumsi narkoba. Miris sekali memang, Yogyakarta sebagai tempat berkumpulnya kaula muda terdidik berkumpul malah menjadi lahan empuk bagi para pengedar narkoba.
Sebenarnya pemerintah telah mencegah perdagangan gelap narkoba melalui pemasangan X-ray di setiap bandara dan pelabuhan internasional. Tetapi sindikat internasional tidak kehabisan akal. Mereka menyelundupkan narkoba melalui pelabuhan-pelabuhan kecil yang penjagaanya tidak seketat pelabuhan internasional. Selain itu ada juga yang diselundupkan melalui kapal-kapal nelayan sehingga sulit diawasi oleh petugas yang berwenang.
Peredaran narkoba pada saat ini sudah memasuki kondisi yang sanggat memprihatinkan. Berdasarkan data yang dicatat oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) tercatat bahwa peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang telah merambah sebagian besar kelompok usia produktif yakni yang masih berstatus pelajar maupun mahasiswa. Masih menurut BNN, pengguna narkoba di kalangan pelajar dan mahasiswa mencapai 1,1 juta orang. Kondisi ini memprihatinkan sekali mengingat generasi muda merupakan generasi penerus bangsa. Apalagi mereka adalah generasi muda dari kalangan yang terdidik.
Tidak bisa dipungkiri bahwa mahasiswalah yang sukses menjemput kemenangan pada era reformasi. Fenomena ini menghembuskan nafas segar di seluruh nusantara. Mahasiswapun mendapat sambutan hangat dan pujian dari berbagai kalangan. Namun tugas kita belum selesai, masih terlalu banyak tantangan dan tugas bagi kita untuk dapat menikmati hasil perjuangan mahasiswa pada era roformasi.
Kondisi Yogyakarta sebagai sarang narkoba mencerminkan kondisi mahasiswa di Indonesia. Eksistensi mahasiswa sebagai agen of change dipertanyakan.Dimanakah peran mahasiswa masa kini? Apakah jiwa mahasiswa yang dulu mampu menghembuskan nafas segar di seluruh nusantara telah mati?
Mahasiswa memang mempunyai energi yang sangant besar yang dapat dimanfaatkan untuk berbagi hal, termasuk dimanfaatkan oleh berbagai pihak yang tidak bertanggung jawab. Sebagai mahasiswa yang mempunyai energi besar, kita memang selalu mempunyai keinginan untuk mencoba hal yang baru. Karena itulah mahasiswa menjadi sasaran empuk bagi para pengedar narkoba.
Sebagi mahassiswa seharusnya kita menjadi pelopor bagi kemajuan masyarakat dan negara di berbagai sendi kehidupan termasuk dalam pemberantasan perdagangan gelap narkoba. Seharusnya kita berperan aktif dalam pemberantasan perdagangan gelap narkoba. Mahasiswa mempunyai tugas tersebut dalam lingkungan tempat dia berada.
Mahasiswa merupakan komponen bangsa yang sarat nilai sosio-kultural, sehingga dapat dipercaya karena dikenal memiliki idealisme. Mahasiswa telah terbukti mampu mendobrak aneka ketimpangan di dalam masyarakat. Untuk itu para aktivis di lingkungan kampus, diharapkan lebih meningkatkan perannya dalam memerangi penyalahgunaan narkoba melalui kegiatan dan aktivitas antara lain dengan mengoptimalkan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Anti Narkoba baik pada tataran ilmiah maupun pada tataran praktik di lapangan, membentuk kelompok-kelompok pendidik sebaya yang bertugas membantu mensosialisasikan bahaya penyalahgunaan narkoba dan mendorong terbentuknya aktifitas dalam kampus, seperti halnya pengembangan pusat informasi dan konseling masalah penyalahgunaan narkoba. Semua itu diupayakan dalam rangka menyelamatkan generasi bangsa Indonesia dari ancaman kehancuran akibat narkoba.
Selain peranan mahasiswa di atas, mahasiswa sebenarnya mempunyai kelebihan tersendiri daripada golongan, organisasi maupun perangkat pemerintah manapun dalam menaggulangi perdagangan gelap narkoba. Kedekatan mahasiswa terhadap narkoba hendaknya tidak diabaikan dalam menangulangi perdagangan gelap narkoba. Kondisi ini sebenarnya merupakan salah salah satu tantangan tersendiri bagi para mahasiswa. Kedekatan mahasiswa dengan dunia narkoba merupakan sesuatu yang tidak dimiliki oleh siapapun, karena itulah seharusnya mahasiswa dapat berperan lebih dari siapapun.
Mahasiswa dapat dijadikan sebagi mata-mata atau intel mahasiswa. Mahasiswa intel ini bertugas layaknya polisi intel yang bertugas menyelidiki perdagangan narkoba dan bergerak di bawah naungan kepolisian. Terobosan ini tentunya sangat bermanfaat untuk mengurangi perdagangan gelap narkoba. Mahasiswa akan lebih leluasa menyelidiki kasus-kasus perdagangan narkoba karena bandar narkoba tak akan mengira apabila anak tersebut sebenarnya sedang memata-matai untuk kepentingan pihak kepolisian. Bandar narkoba akan mengira anak tersebut sebagai mahasiwa layaknya mahasiswa biasa. Hal seperti ini tentu akan sulit apabila dilaksanakan oleh orang-orang dari kepolisian mengingat tingkah laku polisi yang kaku dibandingkan mahasiswa.
Mahasiswa intel juga lebih muda mengorek keterangan dari teman-temanya yang menjadi korban penyal gunaan narkoba karena korban tentu akan lebih terbuka kepada temannya dan tak akan curiga kalau sebenarnya sedang diintrogasi. Data-data yang diperoleh oleh mahasiswa intel tentu akan sangat membantu tugas kepolisian untuk mengurangi perdagangan gelap narkoba. Apabila mahasiswa intel ini dapat dijalankan tentu akan sangat efektif dan efisien untuk membantu tugas kepolisian perdagangan gelap narkoba baik secara naional mupun internasuonal.
 

PENGARUH PENYELUNDUPAN BARANG ELEKTRONIK PADA MORAL GENERASI MUDA
DAN USAHA PENANGGULANGANNYA
Negara dirugikan milyaran Rupiah tiap tahunnya akibat aktivitas penyelundupan. Kerugian ini berasal dari penyelundupan beraneka ragam komoditi, mulai dari mobil mewah, barang elektronik, hingga daging ayam. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mencatat selama kurun waktu 2009, tingkat penyelundupan dari dan ke Indonesia meningkat cukup tajam. Tidak hanya dari segi jumlah, peningkatan juga terjadi pada potensi kerugian negara hingga 100%. Menkeu Sri Mulyani mencontohkan pada tahun 2008 ada 2.109 kasus dengan kerugian sebanyak Rp 253,938 miliar, sedangkan pada 2009 per November jumlah kasus tercatat ada 2.093 kasus dengan kerugian Rp 597,820 miliar. Sebagai contoh misalnya, handphone dan aksesoris yang pada 2008 tercatat 85 kasus dengan potensi kerugian Rp 10,964 miliar, pada 2009 ini penindakan atas handphone dan aksesoris meningkat dua kali lipat yakni menjadi 141 kasus dengan potensi kerugian Rp 74,09 miliar.
Konsumsi barang elektronik selundupan ini kerap kali berasal dari generasi muda yang haus akan gaya hidup modern. Seperti misalnya tren penggunaan Blackberry yang mulai mewabah, dimana seakan-akan kepemilikan Blackberry dijadikan acuan prestise terlepas dari fungsi sebenarnya yang diberikan alat tersebut. Baru-baru ini Kantor Penyidikan dan Pelayanan Bea Cukai Bandara Internasional Ngurah Rai berhasil menyita 120 blackberry (BB) yang bernilai ratusan juta. Di Tangerang petugas Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta berhasil menggagalkan upaya penyelundupan 569 unit Blackberry senilai Rp 1,5 miliar. Usaha penyelundupan 35 Blackberry juga dilakukan melalui perairan Bantan Tengah, Pulau Bengkalis yang berhasil digagalkan Kanwil Bea Cukai Kepulauan Riau. Tempo Interaktif juga menyebutkan “Bandara Soekarno Hatta Surga Penyelundupan Blackberry”, dimana hampir setiap hari petugas mendapati di dalam tas bawaan penumpang dari luar negeri berisi Blackberry selundupan, kadang isinya 10-20 unit. Menurut Kepala Penindakan dan Penyidikan Bea dan Cukai Soekarno Hatta, Eko Darmanto, penyelundupan ini diakibatkan karena tingginya permintaan di dalam negeri. Sementara para pedagang kesulitan memenuhi permintaan pasar karena kesulitan dalam mengurus perijinan. Namun kita dapat dengan mudah mengamati bahwa Blackberry sebenarnya masih dapat dengan mudah diperoleh di pasaran. Tentu saja faktor hargalah yang mendorong kegiatan ini, bukan jumlah barang yang tersedia. Dimana beberapa generasi muda Indonesia, dengan kehausan akan prestise palsunya merelakan moralnya untuk jatuh dan menjadi konsumen barang ilegal sekaligus menurut pendapat saya menjadikan mereka mafia pajak negara. Tidak ada bedanya dengan Gayus, Gayus-Gayus kecil ini juga ikut merongrong ketahanan negara ini.
Adapun ketertarikan saya mengangkat topik ini karena secara tidak sengaja pernah membaca percakapan antara seorang teman di Facebook dengan pemilik toko elektronik di Batam yang menjual barangnya secara online lewat Facebook. Dalam percakapan tersebut si pemilik toko terang-terangan mengakui bahwa dia mampu menawarkan harga murah karena barang diperoleh tanpa melalui bea cukai. Transaksi berlangsung begitu terbuka, bahkan saya tidak perlu menjadi teman di Facebook dari pemilik toko untuk dapat melihat percakapannya. Seakan-akan dunia ilegal sudah menjadi hal lumrah di Indonesia. Kondisi jual-beli ilegal yang dibiarkan berkembang bebas ini, tentu saja ikut menyumbang dalam merusak moral dan mentalitas generasi muda Indonesia. Kondisi ini akan menanamkan ke generasi muda kita budaya untuk menipu dan mengkhianati negara, asal memperoleh keuntungan. Lalu kalau sudah seperti ini, akan sangat sulit menanamkan pemahaman tentang Cinta Tanah Air dan Bela Negara.
Tentu saja teman saya yang melakukan trasaksi tersebut tahu bahwa kalau membeli barang selundupan merupakan pelanggaran hukum. Uang pajak tersebut harusnya masuk kas negara, dan nantinya digunakan untuk kepentingan bangsa dan negara. Lalu dimanakah letak salahnya. Mungkin sekedar tahu tidak cukup untuk membuat seseorang mengerti. Kesadaran yang harus ditumbuhkan. Misalkan kerap kali kita dengar berita di televisi tentang penyelundupan barang elektronik seperti ini. Namun semuanya berhenti sebagai sebuah pemberitaan, dengan ending kegiatan tersebut berhasil digagalkan. Tentu saja ending berhasil digagalkan selalu muncul, karena sangat jarang sekali berita menampilkan aksi penyelundupan kecuali penyelundupan tersebut sudah berhasil digagalkan. Yang berarti, mungkin saja diluar sana angka-angka kegiatannya jauh lebih besar dari apa yang saya sajikan dalam tulisan ini. Poin penting yang ingin saya sampaikan adalah dimana letak pesan moralnya, kenapa berhenti pada kegiatan itu berhasil digagalkan. Media kurang menekankan bahaya kegiatan penyelundupan ini pada negara dalam jangka panjang, apa saja dampak-dampak yang diakibatkan, uang pajak yang harusnya diperoleh itu harusnya bisa dikelola untuk apa, dan seperti apa Indonesia nantinya jika kegiatan penyelundupan ini berhasil dihentikan. Sejauh ini saya belum melihat media memberikan bayangan tentang poin-poin yang saya sebutkan, dan terlalu fokus akan kasus kejahatan besar yang sudah terjadi seperti kasusnya Gayus. Padahal Gayus-Gayus lain dalam jumlah yang lebih banyak bisa saja muncul dari bibit-bibit generasi muda Indonesia saat ini yang sudah ternodai moralnya karena dihadapkan pada kondisi lingkungan yang penuh dengan kegiatan ilegal. Adalah sifat manusia pada umumnya untuk mencari sesuatu yang menguntungkan, namun jika media mampu memberi bayangan pada generasi muda kita akan keuntungan jangka panjang yang dapat mereka peroleh seandainya membeli barang yang legal seperti poin-poin yang saya sebutkan diatas, tentu saja generasi muda kita yang cerdas dapat memilih mana yang terbaik.
Lalu apa peranan yang dapat diambil seorang mahasiswa dalam melawan kejahatan lintas negara ini. Banyak tentunya, yang paling mudah tentu saja dengan tidak membeli barang selundupan. Seseorang yang menyandang label mahasiswa, tentu saja diharapkan lebih cerdas dalam memandang masalah ini. Dia harus berpandangan jauh kedepan, mereka harus dapat membayangkan seandainya kegiatan ini menjadi hal yang lumrah di masa depan seperti apa kehidupan mereka nanti. Mungkin sekarang yang diselundupkan dan diperjualbelikan secara bebas baru Blackberry, tapi bukan tidak mungkin 20 tahun lagi saat kita para mahasiswa menjadi ayah dan ibu dari generasi muda indonesia berikutnya, yang diselundupkan dan diperjualbelikan secara bebas melalui jaringan sosial seperti Facebook adalah senjata api dan narkoba. Dan anda hanya bisa terkaget-kaget saat iseng membuka paket yang ditujukan kepada anak anda, yang ternyata didalamnya berisi senjata api. Jangan berkata itu mustahil, mengingat yang akan mengisi pemerintahan saat itu nantinya adalah generasi muda kita sekarang, yang terbiasa hidup penuh prestise dan gaya dengan Blackberry ilegalnya. Sebagai mahasiswa kita harus bisa menanamkan pada diri kita dan lingkungan sekitar kita bahwa tolak ukur prestise dapat berupa hal yang lebih baik dari sekedar Blackberry ilegal, atau bahkan lebih baik dari sekedar Blackberry yang legal sekalipun. Prestise harusnya timbul melalui prestasi, dan inilah yang harus generasi muda kita kejar. Penciptaan suasana pengejaran prestise melalui prestasi inilah peranan yang dapat kita ambil sebagai mahasiswa. Namun saya yakin bagi sebagian mahasiswa pengejaran prestise melalui prestasi ini adalah sesuatu yang membosankan. Tapi tentu saja masih ada peranan yang dapat diambil, kita dapat menciptakan suasana dan pemahaman bagi diri sendiri dan lingkungan sekitar bahwa yang memiliki prestise itu hanyalah Blackberry yang legal. Kita dapat melakukannya dengan cara sederhana, sesederhana sebuah pertanyaan bercanda yang mungkin ditujukan kepada teman anda seperti : “Wah, Blackberry baru nih? Beli yang legal kan?” Tentu saja dalam koridor bercanda, namun tetap membangun suasana bahwa Blackberry legallah yang berprestise. Kita juga dapat menegur langsung teman kita yang melakukan pembelian barang selundupan. Cara lain tentu saja dapat kita variasikan sesuai situasi kita dan tidak harus terbatas pada Blackberry. Dengan terciptanya suasana pergaulan yang penuh dengan barang legal yang sah seperti itu, tentu saja permintaan akan Blackberry dan barang elektronik ilegal pada akhirnya akan menurun, dan para penyelundup yang merugikan negara kita mau tidak mau akan menghentikan kegiatannya.
 

Peranan Mahasiswa dalam Menghadapi
Kejahatan Lintas Negara yang Merusak Moral/Mental Generasi Muda Indonesia
Indonesia merupakan negara yang memiliki penduduk terbanyak nomor empat di dunia. Nomor satu di tempati oleh China, kemudian berturut-turut Amerika Serikat dan India. Namun ada perbedaan signifikan antara Indonesia dengan tiga negara berpenduduk padat tersebut. China mengimbangi ‘perkembangan’ penduduknya dengan perkembangan ekonominya. Terbukti bahwa sejak beberapa tahun lalu perekonomian dunia mulai di kuasai oleh China. Beragam produk dari berbagai belahan bumi memiliki ‘versi China’-nya. Amerika Serikat –seperti yang kita ketahui– telah lama menguasai di bidang industri, teknologi, militer, politik dunia dan lain sebagainya sebagaimana Amerika dijuluki sebagai negara adikuasa. Sedangkan India, merupakan negara yg memiliki perkembangan pendidikan yang pesat. Hal ini terbukti Pada 26 April 2005, House of Representatives Amerika Serikat mengeluarkan resolusi berisi penghormatan terhadap penduduk AS yang berkebangsaan India. Secara khusus, resolusi itu menyebutkan bahwa para alumnus Indian Institute of Technology (IIT) telah menyumbang inovasi ekonomi kepada masyarakat AS dan menekankan kepada bangsa Amerika untuk mengakui kontribusi besar tersebut. Resolusi ini memperlihatkan selain penghormatan terhadap alumni IIT juga pengakuan betapa lembaga pendidikan tinggi India di bidang teknologi itu memiliki reputasi internasional.
Mari kita lihat negara kita sendiri yang menempati urutan ke-empat. Apa yang spesial? Apa yang bisa dibanggakan? Apa yang bisa diakui oleh negara-negara lain? Kalaupun ada, bukan sesuatu yang begitu spektakuler alias yang juga lazim diraih oleh negara lain.
Sejak zaman perjuangan kemerdekaan hingga kini, bangsa kita terus berada dalam ketertinggalan dan keterpurukan. Berbagai ketertinggalan tersebut meliputi hampir semua sendi-sendi kehidupan bangsa ini.
Mari kita lihat dari beberapa contoh kasus di Indonesia yang melibatkan generasi muda. Yang pertama, kasus narkoba. Narkoba bukan menjadi barang langka lagi di Indonesia, bentuknya pun sekarang sudah berbagai macam. Yang paling praktis dan murah meriah adalah lem. Lem ini banyak di pakai oleh anak jalanan dengan cara menghirup aroma lem tersebut. Yang kedua, kasus maling ‘teri’ hingga maling ‘kakap’. Mungkin kita tahu persis alasan seorang manusia mengambil yang bukan haknya. Tapi alasan tersebut berlaku bagi maling ‘teri’. Nah bagaimana dengan maling ‘kakap’? apakah mereka juga menderita kekurangan ekonomi seperti maling ‘teri’? Yang terakhir, adalah kasus asusila. Sangat banyak berita dari media cetak dan elektronik yang mengabarkan kasus ini. Dan yang lebih parahnya, tindakan asusila ini melebihi tindakan hewan –yang kita tahu– tidak memiliki akal pikiran. Na’udzubillahi min dzalik!
Ibarat pepatah, ada asap karena ada api. Jadi semua keterpurukan memiliki penyebabnya, yaitu masyarakat Indonesia itu sendiri. Bukan saatnya lagi kita mencari kambing hitam dari setiap peristiwa buruk yang menimpa negeri ini. Jangan beranggapan bahwa kita dijajah dari segi moral dan mental. Justru kitalah yang ‘menerima’ penjajahan tersebut. Narkoba contohnya, bagaimanapun awamnya orang, mereka pasti tahu bahwa narkoba itu tidak baik bagi kesehatan. Namun kenyataannya, masih saja banyak yang menggunakannya. Alasannya hanya satu, sebagai ‘pelarian’ dan kesenangan. Kemudian dengan maling, bagi masyarakat kurang mampu sudah jelas karena kesulitan ekonomi. Bagaimana dengan korupsi? Apa juga terjadi kesulitan ekonomi? Ini bukan kesulitan ekonomi lagi, tapi keserakahan sudah menggerogoti pribadi koruptor akibat rendahnya moral. Selanjutnya tindakan asusila. Pada zaman era 90-an ke belakang, jarang sekali kita menemukan adanya tindakan asusila. Bahkan kegiatan berduaan dengan lawan jenis saja sudah sangat tabu. Sekarang? Bukan hanya terjadi lagi, malah mereka dengan sengaja dan mengabadikannya lewat benda elektronik. Semua ini karena generasi muda Indoneisa terpengaruh dan ‘mau saja’ meniru budaya barat dimana tindakan asusila dianggap lazim.
Semua kasus di atas merupakan efek samping dari globalisasi yang bebas masuk tanpa disaring oleh pemuda Indonesia. Tidak dapat kita pungkiri, bahwa globalisasi memudahkan kita dalam mendapatkan sesuatu baik itu informasi maupun berbentuk benda. Namun tidak harus semua informasi dan benda tersebut pantas kita peroleh. Kita sebagai generasi muda penerus bangsa harus mengetahui batasan-batasannya, apalagi generasi muda tersebut adalah seorang mahasiswa yang dipercaya memiliki pandangan kritis dalam memandang suatu problem.
Untuk menghadapi berbagai problema tersebut, mahasiswa memiliki beberapa peran, yaitu:
1. Peran moral
Mahasiswa dipandang oleh masyarakat umum sebagai pemuda terpelajar. Seharusnya seorang mahasiswa mampu memanfaatkan paradigma tersebut untuk menjadi contoh teladan bagi masyarakat dengan menjadi mahasiswa yang memiliki budi pekerti luhur. Jika yang terpelajar saja sudah bobrok, bagaimana mungkin masyarakat percaya dengan yang bukan terpelajar?
2. Peran sosial
Mahasiswa harus menumbuhkan jiwa-jiwa sosial yang dalam atau dengan kata lain solidaritas sosial. Solidaritas yang tidak dibatasi oleh sekat sekat kelompok, namun solidaritas sosial yang universal secara menyeluruh serta dapat melepaskan keangkuhan dan kesombongan. Mahasiswa bisa berkontribusi dalam berbagai event, misalnya saat hari AIDS sedunia, mahasisawa bekerjasama dengan masyarakat bisa mengadakan gerakan atau seminar anti-asusila. Bukannya membagikan kondom yang ‘bisa’ berarti menganjurkan masyarakat untuk berzina. Mahasiswa perlu melakukan kegiatan bersama dengan masyarakat karena peran sosial mahasiswa jauh dari pragmatisme ,dan rakyat dapat merasakan bahwa mahasiswa adalah bagian yang tak dapat terpisahkan dari rakyat, walaupun upaya yang sistimatis untuk memisahkan mahasiswa dari rakyat telah dan dengan gencar dilakukan oleh pihak – pihak yang tidak ingin rakyat ini cerdas dan sadar akan problematika ummat yang terjadi.
3. Peran Akademik
Sesibuk apapun mahasiswa, turun kejalan, turun ke rakyat dengan aksi sosialnya, sebanyak apapun agenda aktivitasnya jangan sampai membuat mahasiswa itu lupa bahwa adalah insan akademik. Mahasiswa dengan segala aktivitasnya harus tetap menjaga kuliahnya. Peran yang satu ini teramat sangat penting bagi kita, dan inilah yang membedakan kita dengan komunitas yang lain, peran ini menjadi simbol dan miniatur kesuksesan kita dalam menjaga keseimbangan dan memajukan diri kita. Jika memang kegagalan akademik telah terjadi maka segeralah bangkit, jika sudah terlanjur gagal maka tetaplah bangkit seta mancari solusi alternatif untuk mengembangkan kemampuan diri meraih masa depan yang cerah dunia dan akhirat.


Categories:

Leave a Reply